Perpustakaan Rumah Sinema: Januari 2011

Deru Napas di Balik Layar " Kisah Sukses Sutradara, Penulis, dan Penta Musik"

Isi buku ini mengisahkan etos kerja dan kisah sukses sutradara, penulis, dan penata musik dalam menghadirkan film komersial kehadapan publik. Untuk menyuguhkan sebuah film yang baik, bermutu, serta digandrungi penonton, membutuhkan sinergi antara sutradara, penulis, kamerawan, penata musik beserta kru yang terlibat di dalamnya. Melalui buki ini, mereka menguak pengalaman batin serta memaparkan suka duka, tantangan, peluang serta kegigihan dalam melahirkan sebuah karya film.

Kisah - kisah sukses sutradara, penulis, dan penata musik yang terangkum dalam buku ini adalah : Chris Columbus, George Lukas, John Williams, Peter Jackson, Stephen King, Michael Crichton, Ang Lee, Teguh karya, Mira Lesmana, Slamet Rahardjo, El Manik, H. Misbach Yusa Biran, Shanty Harmayn, dan Maria Kadarsih. Semua kisah toko tersebut terangkum dalam buku ini.

NB : Bagi anda yang ingin membaca Buku ini dan berniat untuk meminjamnya, untuk keperluan akademis ataupun keperluan lainnya,silahkan kunjungi :
Perpustakaan Rumah Sinema Dengan Alamat :
Jl Menur 18 Baciro Yogyakarta
Contac Person "Perpustakaan Rumah Sinema : Arief 085292730789"
Dan kami masih banyak menyediakan koleksi Buku dalam bidang Komunikasi dan Analisis Media lainnya

Nonton Film Nonton Indonesia

Hampi delapan puluh tahun sudah usia film indonesia. selama itupula film - film itu senantiasa menghadapi kritik yang sama : jalinan cerita yang disuguhkan tidak meyakinkan, bahkan tidak jarang tidak logis, dan menghina akal sehat. Apakah gejala ini karena industri film kita memang masih serba darurat? atau ada persoalan lain yang lebih medalam sifatnya?

Buku ini merupakan kumpulan tulisan jurnalistik JB. Kristanto antara 1972 - 2002. Sebagian berupa kritik film dan sebagian lain reportase tentang dinamika bisnis film nasional. Disusun secara kronologis, kumpulan tulisan ini memungkinkan kita melihat kembali baik carut - marutnya pengelolaan bisnis film nasional oleh pemerintah maupun sikap berkesenian yang lebih mengandalkan imajinasi dan abai dengan nalar-cerminan peri kehidupan negri ini. Maka, membaca buku ini kita seperyi diajak menonton film, film tentang indonesia.

NB : Bagi anda yang ingin membaca Buku ini dan berniat untuk meminjamnya, untuk keperluan akademis ataupun keperluan lainnya,silahkan kunjungi :
Perpustakaan Rumah Sinema Dengan Alamat :
Jl Menur 18 Baciro Yogyakarta
Contac Person "Perpustakaan Rumah Sinema : Arief 085292730789"
Dan kami masih banyak menyediakan koleksi Buku dalam bidang Komunikasi dan Analisis Media lainnya

Berkawan dengan Media " Literasi Media untuk Praktisi Humas"

Literasi media dan demokrasi adalah dua hal yang saling mendukung. Pemahaman praktisi humas terhadap media akan menentukan kualitas hubungan dengan institusi media, dan dengan sendirinya akan mempengaruhi kualitas demokrasi secara umum. Melalui literasi media, kita akan memahamibahwa dalam kehidupan bermedia, kepentingan publik lebih tinggi dari pada kepentingan perusahaan, pemerintah, atau individu. Pada titik ini, wilayah literasi media pada lokus individu diperluas menjadi lokus profesional dimana praktisi humasadalah profesi yang langsung berkaitan dengan media. Di sisi lain, keberadaan institusi media sendiri tidak dapat dilepaskan dari konteks hukum yang mengaturnya. Di sinilah, praktisi humas penting untuk memahami hukum media.

Dalam Buku ini membahas tentang :

Arti penting media dan kehumasan dalam kehidupan demokrasi
Etika dan cara kerja media
Kecakapan berhubungan dengan media
Produk hukum yang relevan dengan media dan informasi publik
Kecakapan menyelesaikan konflik dengan media melalui hak jawab

Film, Ideologi, dan Militer "Hegemoni Militer dalam Sinema Indoneasia"

Buku ini berisikan kajian semiotik atas tiga " film sejarah" yakni Enam Djam di Jogja, Janur Kuning, dan Serangan fajar. Dari ketiga film tersebut akan terlihat betapa media film sangat efektifuntuk membangun citra bagi kekuasaan. Peran militer dilukiskan begitu ideal dalam menjalin hubungan dengan masyarakat sipil, justru ketika secara mencolok terjadi marjinalisasi peran kaum sipil (baik rakyat jelata maupun para diplomat yang berjuang di meja perundingan) dalam proses mempertahankan kemerdekaan.

Suatu "hiperbolisasi sejarah" bisa dilakukan melalui media film. Namun sebuah teks sejarah akan diuji oleh sejarah itu sendiri. sejarah yang hiperbolistidak lebih dari sebaris teks advertensi kekuasaan yang kosong tanpa isi.

Etika Komunikasi

Ketika kita belajar etika dalam ilmu komunikasi, biasanya bertolak dari dua sumber, pertama berkaitan dengan teori normatif dalam melihat interaksi media sebagai institusi sosial dengan institusi lainnya dalam struktur sosial. Sumber kedua, mengenai teori moral yang mendasari perilaku dari pelaku profesi media.

Buku ini mengajak pembaca untuk menumbuhkan kritisme dan rasionalitas dalam menghadapi realitas sosial. bagian terbesar dari buku ini dimulai dengan melihat bagian mana media jurnalisme memberitakan isu publik. Isu publik tersebut dilihat secara kontekstual, dengan begitu pembaca dapat menangkap makna di balik isu tersebut. disini media dilihat dalam tarik menarik antara masyarakat dan negara.

Potret Sinetron Indonesia " Antara Realitas Virtual dan Realitas Sosial"

Buku ini menghadirkan fenomena sinetron dan daya tariknya sebagai bahan pembicaraan para penggemarnya di salon - salon potongrambut, gang - gang di kampung, hingga pelosok desa yang terjangkau oleh sinetron televisi. Penulis buku ini memotret dan mengulas habis konstruksi sosial virtual yang membuat pemirsa seperti menjadi bagian dari apa yang disebutnya komunitas sinetron. Konstruksi serupa turut mendorong para petinggi beberapa stasiun televisi swasta untuk saling melirik dan bahkan menayangkan sinetron dengan tema sejenis. Takheran bila kemudian muncul dua arus besar produksi sinetron di tanah air : drama imajiner dan kilas balik. Tapi penulis buku ini juga menemukan adanya rumah produksi yang membuat sinetron dengan tema dan alur cerita yang lebih "membumi".

Buku ini juga mencoba menyikapi hubungan yang pradoksal, karena realitas itu sendiri sebuah konstruksi ulang yang tidak pernah benar-benar final.